BUTON – Di tengah-tengah sorotan public masalah transparan dan efisiensi APBD 2025, DPRD Kabupaten Buton malah tersisa tugas rumah yang tidak kalah penting. Empat Perancangan Ketentuan Wilayah (Raperda) saran eksekutif yang disodorkan semenjak Februari 2025, sampai sekarang belum diulas.
Bukannya mengolah ke-4 Raperda itu, DPRD Buton lebih repot menguliti permasalahan efisiensi APBD 2025 yang menurutnya tidak terbuka. Tetapi di tengah-tengah semangat menuntut transparansi dari eksekutif, mereka sendiri malah abai pada kewajiban legislasi yang tersangkut kebutuhan public.
Empat Raperda yang terbengkalai semenjak Februari 2025 itu ialah:
1. Raperda mengenai Pelindungan Tempat Pertanian Pangan Berkesinambungan
2. Raperda mengenai Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Wilayah
3. Raperda mengenai Mekanisme Penyelenggaraan Pemerintah Wilayah Berbasiskan Data Dusun dan Kelurahan Akurat
4. Raperda mengenai Penyelenggaraan Kabupaten Pantas Anak
Ketua DPRD Buton, Mararusli Sichaji, benarkan jika ke-4 Raperda itu sudah masuk semenjak Februari kemarin. Tetapi, dia akui tidak dapat memaksa ulasan karena Ketua Bapemperda, Rahman, belum memberikan signal diawalinya proses.
“Telah berapakah kali saya berikan (untuk diulas) tetapi ia katakan jangan dahulu. Itu kita punyai kewajiban, tetapi ia katakan jangan dahulu,” katanya saat diverifikasi, Jumat (1/8/2025).
“Jika dapat verifikasi Rahman karena beberapa kali sudah saya kasi tahu, ia katakan jangan dahulu . Maka argumennya ada di ia,” sambungnya.
Saat diminta verifikasi, Ketua Bapemperda DPRD Buton, Rahman, memperjelas jika konsentrasi faksinya ialah ulasan efisiensi bujet dan neraca keuangan pemda (LKPJ dan LKPD), yang menurut dia lebih mendesak karena mempunyai batasan waktu.
“Berkaitan empat Raperda itu, sebetulnya pernah dikatakan dengan lisan oleh sisi hukum DPRD dan sisi hukum Pemda. Tetapi saya meminta supaya ulasannya diundur dahulu. Kita sedang konsentrasi menuntaskan masalah efisiensi bujet dan neraca keuangan pemda, yang menurut saya lebih mendesak karena punyai batasan waktu,” katanya.
Satu dari empat Raperda itu, yaitu Raperda mengenai Pelindungan Tempat Pertanian Pangan Berkesinambungan, yang terkait secara langsung dengan program ketahanan pangan nasional. Raperda ini diperlukan sebagai asas hukum pengaturan KUA-PPAS Peralihan APBD 2025. Bila terus diundur, bukan mustahil akan menghalangi program vital wilayah.
Menyikapi ini, Rahman menyebutkan jika Raperda itu, sepengetahuannya, belum tertera dalam Program Legislasi Wilayah (Prolegda) Tahun Bujet 2025 yang ditetapkan pada Januari kemarin.
Tetapi menurut dia, masalah khusus oleh sebab tidak ada surat undangan sah dari pimpinan DPRD untuk mengulas atau merasionalisasi ke-4 Raperda tersebut.
Dia menerangkan sampai sekarang pimpinan dan anggota DPRD belum terima keterangan sah dari eksekutif berkaitan batas dan peruntukan APBD 2025 yang sudah diganti berdasar Perintah Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 mengenai Efisiensi APBN dan APBD.
“Walau sebenarnya, sebagai sisi dari peranan pemantauan, DPRD semestinya dikasih tahu lebih cepat saat sebelum peralihan itu ditandatangani oleh bupati. Kita telah 2x menyuratkan eksekutif, tetapi tidak disikapi. Respon baru dilaksanakan sesudah diadakannya rapat dengar opini (RDP), yang menurut saya lebih seperti dengar argumen.”
Rahman akui dianya telah sampaikan ke sisi hukum supaya memprioritaskan ulasan LKPJ dan LKPD yang mempunyai tenggang waktu. Walau saat rapat pleno penentuan LKPD diadakan di Kendari, dia tidak dikasih surat pekerjaan, namun masih tetap memprioritaskan jadwal efisiensi dan laporan pertanggungjawaban dibandingkan empat Raperda itu.
Rahman Cabut Berkeberatan masalah Transparan
Menariknya, walaupun awalnya menjadi faksi yang paling vocal menyinggung transparan dalam efisiensi APBD, Rahman sekarang akui mengambil pengakuan berkeberatannya.
“Saya secara individu tidak kembali menanyakan efisiensi ke Pemda. Tetapi saya tidak paham jika pimpinan dan anggota lain,” ucapnya.
Keadaan ini menunjukkan bagaimana DPRD Buton terjerat dalam ulur tarik di antara peranan pemantauan dan peranan legislasi. Di satu segi, mereka menuntut transparansi dari pemerintahan. Tetapi di lain sisi, mereka belum melakukan pekerjaan legislasi yang sentuh secara langsung kebutuhan public.
Lebih mengelitik, sampai sekarang ini surat undangan sah untuk mengulas empat Raperda itu belum diedarkan oleh pimpinan DPRD. Walau sebenarnya, bila ada tekad politik, proses rasionalisasi bisa diawali atau tanpa kedatangan Rahman sebagai ketua Bapemperda.